Kamis, 28 Januari 2010

Kapolres Metro

Yang saya terapkan adalah dari apa yang saya pelajari terus kemudian saya terapkan dalam kehidupan sehari-hari .Ujarnya mengenai manajemen hati , Pria kelahiran Boyolali 40 tahun yang lalu ini berupaya memberi contoh prilaku dengan pendekatan agama kepada para anggotanya.

Ada pemandangan menarik ketika Jagratara berkunjung ke Polres Metro, disaat menjelang waktu sholat Dzuhur, ketika Adzan mulai berkumandang para karyawan terlihat bergegas untuk segera melaksanakan sholat Dzuhur berjamaah di masjid yang terdapat di polres Metro.Tidak ada batasan pangkat dan golongan semua bersama-sama menunaikan rukun Islam dengan sholat berjamaah dan berdoa kepada sang Allah SWT. Seusai sholat merekapun bersalaman satu dengan lainnya. Tidak ada perbedaan antara satu dengan yang lainnya, karena dimata Tuhan semua umat adalah sama.

Seusai sholat, Waris kemudian bersedia bercerita pada Jagratara mengenai usahanya dalam memberikan pendekatan agama kepada sesama rekan dan anggotanya di Polres Metro, demikian petikan ceritanya:
“Yang saya pelajari dari ilmu agama, basic saya orang Islam, kemudian dulu cerita-cerita para Rasulullah itu ketika mengajarkan para sahabat dengan memberi contoh dulu, jadi tidak banyak bicara tetapi diberi contoh dulu, kalau ada sahabatnya yang salah diberitahu, kalau dia bisa diberitahu dengan cara diam-diam tanpa orang lain tahu, saya belajar bagaimana saya memberi contoh dulu, saya mengerjakan apa yang bisa saya kerjakan kalau saya memberi perintah itu saya kerjakan dulu, kalau saya bisa baru saya perintahkan kepada anggota tapi saya bila saya gak bisa kerjakan ya saya gak berani perintahkan karena itu nanti akan jadi boomerang bagi saya.” Urainya.


Mengenai contoh prilaku yang ia berikan kepada anggotanya dengan menyentuh lewat hatinya dulu. “Yang paling penting itu kan isi hati karena hati ini merupakan raja bagi anggota tubuh yang lain”, karena menurutnya hati adalah sebagai pemimpin bagi tubuh yang lain oleh sebab itu hati inilah yang diolah, hati juga yang menjadi pusat rohaniah, selama ini kalau ada manejemen itu manajemen pembinaan personil, manajemen pembinaan oprasional, manajemen oprasional. Manajemen ini semuanya berkaitan bersifat pshisical, tetapi menurutnya manajemen tentang qolbunya
( Hati-Red) sangat jarang disentuh. “ Karena iman ada di hati kalau iman ini dikuatkan maka akan menjadi lebih baik, raja ini hatinya ini, raja akan memberi keputusan-keputusan yang baik. Yang akan dijalankan rakyatnya dengan baik , kalau keputusan yang dihasilkan oleh hati ini tidak baik maka keputusannya juga tidak baik, maka perilaku manusia nantinya langkahnya tidak baik, tindakannya tidak baik, yang dilihat tidak baik diomongkan tidak baik, nah polisi kalau perilakunya tidak baik masa masyarakat akan tidak baik.



Manajemen Hati
Waris menuturkan bahwa Polisi merupakan produk dari masyarakat sehingga bila polisi baik maka ia meyakini masyarakatnya akan menjadi baik. Demikian sebaliknya juga polisi akan memberi warna, karena polisi sebagai penjaga pranata sosial yang menjaga peraturan di Masyarakat.” Jadi kalau penjaga peraturannya berengsek ya itu udah masyarakatnya ikut berengsek.” ujarnya.

”Maka kata Rosull bilang bahwa ditubuh manusia ada segumpal darah dan segumpal darah ini apabila menjadi baik maka seluruh tubuh manusia akan menjadi baik tetapi kalau segumpal darah ini buruk maka buruk seluruh anggota tubuh dan perbuatan manusia. Segumpal darah ini hati, maka disentuh hati dulu, karena ini menyangkut hati maka harus hati-hati supaya tidak merusak hati kalau gak hati-hati nanti orang maksudnya apa ini? Nah kemudian kita sentuh dengan kegiatan agama, dengan kegiatan agama ini rohaninya sudah ditata, manajemen rohani, kalbunya sudah ditata, maka yang lainnya nanti gampang, ngikutin jadi mau diperintah apa saja yang penting diperintah kebenaran pasti mau saja, tetapi kalbunya ini tidak disentuh, jangankan diperintah untuk hal-hal yang sifatnya keras, yang lembut atau enak saja kadang-kadang gak mau.” Imbuhnya.


Bila ada anggotanya yang bandel ia ajak bicara baik-baik meski ia juga mengakui bahwa ada macam-macam sifat manusia yang bisa ditegur secara baik-baik tetapi ada pula yang harus ditegur secara keras dan tegas . ”Jadi kalau dia nakal dikasih peringatan sekali, dua, tiga kali tidak berubah boleh lah disentil dikit telingannya boleh lah yang penting tujuannya bukan untuk mempermalukan, bukan untuk menyakiti dan bukan atas dasar kebencian karena kalau kita benci sama dia kan berarti kita benci sama Allah, karena anggota inikan mahluk ciptaan Allah juga. Kan yang kita benci itukan perbuatannya, jadi kalau polisi itukan ada fight the crime love humanity yang kita perangi itu kejahatannya tapi cintai kemanusiaan. Bukan penjahatnya yang diperangi. ” Tegasnya


Program Pesantren Kilat
Ia juga membuat program pesantren kilat bagi para anggotanya sebagai salah satu upaya memberikan pendekatan agama bagi para anggota polisi.” Saya manfaatkan hari-hari libur Jumat,Sabtu,Minggu tiga hari itu anggota-anggota yang terpilih ini ada yang paling baik ada yang tidak baik. Itu kita gabungkan masukkan pondok pesantren, buat program pesantren kilat, kita pilih pesantren yang netral artinya pesantren yang tidak bicara politik, tidak bicara masalah perbedaan, mau perbedaan fikih dia tidak bicara, mo sholatnya tangannya di perut, di samping boleh saja, mau subuhnya pake qunut, tidak qunut boleh saja yang gak boleh adalah gak sholat nah itu pondok pesanteren yang netral. Kemudian cara mereka mendidik santri juga bukan dengan kekerasan tapi dengan contoh lebih banyak dengan teladan, contoh kemudian praktek.” urainya



Program pesantren kilat juga sama halnya seperti dalam manajenen training atau manajemen korps yang didalamnya terdapat learning by doing yakni belajar sambil mengerakan jadi disitu juga, selama tiga hari itu dikasih materi langsung kerjakan, diskusi hadap-hadapan dengan ustadnya kalau gak tau nanti tanya, terus praktek disampaikan disuruh ngulang lagi, selama tiga hari ini Alhamdulillah ada perubahan .




Belajar dari Ternate

Waris banyak belajar agama dari pengalamannya selama berada di Ternate ketika menjabat sebagai Kaden Brimob mendapatkan penugasan mengatasi konflik sosial yang terjadi di Maluku Utara. Ia banyak melihat para anggotanya yang terpisah dalam waktu yang cukup lama(enam bulan-Red) dengan keluarga, anak dan isterinya tetapi tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang menyimpang dari ajaran norma sosial maupun agama. Dengan cara mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. ” Kita dekatkan dengan sang Pencipta yang Nasrani kita kumpulkan kita panggil pendeta kita serahkan, jadi ini “Pendeta, tolong anggota saya, teman-teman saya dibimbing “. Terus kemudian yang Islam kita panggil ustad-ustad untuk membimbing, kemudian yang Hindu karena disana juga jarang kita minta mereka kegiatan ibadah sendiri satu-satu dari mereka itu menyampaikan bergantian mungkin tadinya tidak pernah menyampaikan mungkin karena terpaksa mereka belajar menyampaikan satu dengan yang lain sama dengan muslim juga begitu akhirnya dia dipaksa belajar menyampaikan, kemudian dia bersilahturahmi dengan masyarakat, yang tadinya mungkin bicara kamtibmas, bicara tentang kejahatan ya mungkin masyarakat berpikir, “ halah, hari gini bicara kayak gitu.” Polisinya aja belum bener, tetapi ketika dia datang, bicara masalah agama, datangnya pas menjelang waktu sholat misalnya, Pak bentar lagi waktu sholat sudah denger orang ngaji di mesjid, sholat yuk pak bareng-bareng sama saya, ketika masyarakat menolak, baru disitu dimasukan yang sudah dia dapat dari ustad-ustadnya, jadi mereka simpati ternyata polisi sekarang bukan hanya bicara kamtibmas lagi, bicara soal agama, soal ahlak, soal iman . Begitu dalam berangkat dari rumah masyarakat menuju mesjid kalau mereka mau itu sambil di sisipin kenapa ada maling, ada perampok ada kejahatan karena mereka imannya lemah. Kalau imannya kuatkan kalau ada handphone di situ oh, itu bukan punya saya .” Ujarnya seraya memberi contoh.

Ia juga mengakui bahwa sebenarnya program itu sendiri untuk semua anggota, digilir,ada kegiatan Brimob juga. Dan ketika saya kembali di Kelapa Dua, sebenarnya di Kelapa Dua sebelum saya berangkat ke Ternate sudah berjalan juga, karena kita di Ternate kita intensifkan lagi, karena sebelumnya kan ada program Polmas, Community Policing sebenarnya program ini nyambung, Jadi kalau waktu di Ternate itu tiap hari kita wajibkan satu anggota ini minimal kenal satu orang jadi ketika mereka berangkat ketempat –tempat ibadah mereka itu kenalan terhadap masyarakat jadi prinsipnya “tiada hari tanpa kawan baru,” . Jadi sehari kalau dapat satu kenalan kalau enam bulan jdapet180 temen , kan banyak, cukup banyak 180 orang, nah kalau nanti misalnya orang-orang disana lebih dari dua atau lebih dari satu sudah berapa temen yang dia kenal, dengan banyak temen maka kesulitan-kesulitan itu dia bicarakan maka akan banyak terbantu, ketika dia, “Pak saya ada ini tugas dari kantor, ada kesulitan” “kesulitannya apa?” -“Mau mengumpulkan masyarakat disana, tapi saya gak kenal, bapak ada gak orang yang dikenal ini mau nitip data?”,- “oh iya saya kenal tokohnya, kepala adatnya atau kepala sukunya, maka akhirnya datang ditemani sama masyarakat , sillahturohmi,setelah silahturaohmi itu maka diadakan pertemuan-pertemuan lama-lama kenal.



Mendekatkan Masyarakat
Waris juga mengatakan bahwa program pesantren kilat adalah sarana untuk mendekatkan masyarakat, dan Community Policing itukan ada beberapa tehnik cara mendekati, pertama dengan senyum, senyum itukan bahasa yang sangat universal kan, ketika saya senyum dibalas dengan senyum tadinya kaku jadi cair, kemudian dengan pendekatan agama, kalau kita bergabung dengan masyarakat untuk melakukan kegiatan agama, tadinya tidak kenal menjadi kenal, karena sekali datang dalam kegiatan agama itu ada berapa orang yang hadir di situ dan berapa orang yang kita salami, berapa orang yang bisa kita kenal kan banyak. Apalagi kalau ada seperti kelompok-kelompok pengajian, majelis taklim atau jemaah-jemaah Gereja kan banyak sekali, kalau dia semakin sering datang kesini kan dia semakin banyak kenal, ” Seperti polisi lalulintas ngepos diperempatan hari-hari dia disitu orang yang lewat lalu-lalang itu kan hafal oh dia pak Anton, tapi polisinya kan belum tentu kenal.” Ujarnya memberi contoh.
” Disini kita balik kalau polisinya sering dateng kepada masyarakat dia jadi lebih mengenal masyarakat, bukan dia yang tidak kenal masyarakat dia yang harus mengenal masyarakat. Karena dia pelayannya karena polisi yang harus lebih banyak datang ke masyarakat bukan masyarakatnya yang datangi polisi kebalik.” tuturnya menegaskan Kemudian yang ketiga adalah kegiatan sosial, misalnya ada sekitar tempat tinggal anggota karena tidak semua tinggal di asrama,misalnya ada warga masyarakat tetangganya yang bikin rumah, mungkin dia sekedar bantuan angkat air, ngaduk semen sekali-sekali atau nongkrong atau ketika orang menaikan atau bantu angkat genteng itu kegiatan sosial, bersih- bersih tempat ibadah,tempat lingkungan kemudian yang keempat Olah raga tidak ada politik disitu, jadi hanya bergabung misalnya Volly , tidak bisa volly bisanya tepuk-tepuk saja gak papakan penggembira saja, olah raga inikan sarana kesehatan. Yang ke lima dengan Adat budaya di Lampung iniada adat makan bersama namanya diundang masyarakat makan bersama ya kita ikut saja, jadi sebenarnya dengan demikian kesan polisi angker, kesan polisi sebagai penguasa itu akan hilang ini sebenarnya untuk meluluhkan hati apalagi dengan Brimob,pasukannya jika tidak didekatkan dengan masyarakat, arogan nanti supaya tidak arogan rohaninya diisi dulu, hatinya ditata dulu dengan hatinya ada ilmu agama, dengan rohaninya ada ilmu agama maka akan muncul kasih sayang karena orang kasih sayangkan hatinya jadi lembut.


Hal tersebut untuk merubah paradigma masyarakat terhadap pasukan Brimob yang selama ini dirasa angker, namun ia enggan bila mengatakan bahwa memiliki kesulitan dalam hal pembinaan anggota . ”Sebenarnya sulit sih enggak sih tinggal kitanya mau apa engga, semua orang mampu tinggal dia mau apa engga. ” Ujar mantan kasat Brimob Polda Lampung ini.

Selain masalah rohani pasukan Brimob juga dibekali ilmu bela diri, ilmu Beladiri ini untuk menumbuhkan rasa percaya diri anggota. Agar para anggota polisi tidak semata-mata mengedepankan peralatan dia saja. Mengingat peralatan-peralatan polisi bersifat mematikan. ”Tapi kalau dia menggunakan ilmu beladiri polisi ini, dia percaya akan kemampuan dia, dia percaya diri, kedua dia sebenarnya makin tidak arogan, orang yang mempunyai ilmu beladirinya tinggi dia semakin menunduk , kemudian yang ketiga dia bisa melatih masyarakat dimana dia tinggal.” Jelasnya

”Kalau dia babinkamtibmas kalau kita latih pake ilmu beladiri maka dia bisa menjadi pelatih bagi masyarakat yang menjadi tugas pembinaan dia kalau di desa A dia punya ilmu beladiri dia mengajari dengan demikian masyarakat nantinya mempunyai daya tangkal , daya cegah terhadap setiap tindak kejahatan.” Ujarnya memberi alasan.

Ilmu beladiri yang diberikan adalah Tarung Derajat , Ia memberi alasan karena sebenarnya selama masa pendidikan para anggota Brimob sudah mempelajarinya,Selain itu pula Waris menggap Tarung Derajat baik untuk pembinaan fisik membakar kalorinya itu banyak, kalau orang yang perutnya gendut itu cepet drastis, itu diet tanpa mengurangi makan, nanti kalau menggunakan fisik yang banyak itukan nantinya kenceng sendiri. Kemudian selanjutnya ada motto yang bagus di Tarung Derajat itu,” Aku tunduk bukan berati takluk, Aku ramah bukan berati takut”. Jadi orang yang nunduk itu bukan berarti dia takluk dan dia ramah juga bukan karena dia takut. Dia harus ramah memang dan Polisi juga memang harus banyak menundukan hatinya, bukan nunduk-nunduk , bungkuk-bungkuk bukan, tetapi supaya tidak arogan. ” ujarnya menjelaskan.


Untuk kota Metro ini Waris mengatakan ada 423 anggota, Ia mengatakan cukup ideal dengan jumlah penduduk karena 1 banding 361, kemudian jumlah polsek ada lima jumlah desa satu kota ada 22, babinkamtibmasnya juga ada 22 jadi satu desa satu babinkamtibmas.Asal muasal cerita kota Metro konon pembukanya adalah orang Jawa namanya mbah Mitro tetapi penduduk setempat menyebutnya Metro sehingga tersebutlah menjadi kota Metro.

Waris juga mengatakan bahwa di wilayah tugasnya tingkat kejahatannya cukup kecil yang paling menonjol adalah hanya curanmor, tapi Alhamdulillah karena kemarin kita gerakkan Babinkamtibmas jadi kamtibmas itu tiap hari dia harus mendatangi lima rumah warga dia bawa mutasi kunjungan . Jadi tiap rumah yang dia kunjungi dia data , misalkan rumah pak Hasan,pekerjaan tetapnya apa, istrinya namanya siapa, anaknya berapa, siapa saja namanya kemudian nomer telepon yang bisa dihubungi,alamatnya. Sehingga kalau ini bukan bertugas sebagai petugas sensus penduduk, bukan, tetapi dia memiliki data penduduk di wilayah tugasnya itu kalau ada apa-apa dia cepat menghubungi orang-orang terdekat yang ada disitu, misalnya ada informasi masalah kebakaran dia bisa ngecek ke orang misalnya di lingkungan Tiga ada nama pak Hasan betul ga disekitar situ ada nama pak Hasan?, nah itu kecepatan dia tinggal telepon atau sms, misalnya dia lagi kunjungan ke kampung lain ada informasi kebakaran dia telepon pa Hasan betul gak ada kebakaran?- betul Pak, nah dia bisa membantu mengarahkan,” pak Hasan tolong begini-begini...” mengarahkan penduduk, sementara dia bisa menghubungi PMK atau kepolres meminta bantuan.

Jadi bapak terapkan?
Iya dan sudah berjalan mbak, jadi tiap hari kamis. Baru tiga minggu, jadi begitu saya masuk sini kemudian saya terapkan program itu.

Mata pencaharian penduduk setempat?
Masyarakat mata pencahariannya petani, pedagang, pegawai. Pendatang paling banyak disini orang Jawa hampir separo, kemudian orang penduduk pribumi Lampung kemudian bali, Palembang, Padang. Toleransi disini paling tinggi. Kebanyakan bahasanya bahasa Jawa dan itu keuntungan saya dapat polres yang disitu satu budaya dengan saya dan saya mudah menyesuaikan dan orang-orang asli sini ngomongnya juga bahasa Jawa dan mereka toleransinya bagus. Pake adat Lampung orang Jawa bisa ngikutin dan pake adat Jawa orang Lampung bisa ngikutin. Kalau Kantibmas itu sehari lima maka kapolsek sehari satu.maka kapolsek satu hari satu rumah dikunjungi minimal artinyakalau dia bisa lebih dari satu rumah kan bagus sekali jalan gitu kan , terus waktunya tidak ditentukan , misalnya tiap pagi atau kalau pagi orang pada sibuk ke kantor, sawah atau kemana ketempat mata pencahariannya, sempetnya kapan ya mungkin siang. Sambil ngajak masyarakat sholat jamaah,siang gak sempat mungkin sore, atau malam dalam satu kali 24 jam itu dia harus ada laporannya. Kalau kapolsek kita kontrol tiap hari senin sambil anek kegiatan lingkungan kita cek mutasinya dia betul gak nah nantikan ada nomor teleponnya betul gak?kita ngecek lewat telepon betul gak, Pak saya kapolres Metro saya mau konfirmasi betul gak kapolsek saya namanya Amelia misalkan disini kan ada kapolsek polwan kan pada tanggal sekian berkunjung ke rumah bapak,oh betul pak, terimakasih sudah dikunjungi. Ya sudah nanti kapolsek mana lagi dicek juga jadi dengan begitu mereka selalu berkunjung ke masyarakat jadi bukan polisi bangsawan jadi polisinya rakyat ini polisinya pelayan masyarakat jadi mereka yang harus turun.Pelayan kan harus mendekat kepada orang yang dilayani bukan yang dilayani mendekat kepelayannya, gak betul itu nah inilah yang kita rubah pola-pola seperti itu, dan Alhamdulillah ini sudah berjalan dan tangapan masyarakat itu bagus.

Sudah kita kerjakan
Ngiter lari-lari biasa he he he.. kalau sudah dines inikan belajarnya sambil dines,ketemu ustad tanya-tanya kalau ustad datang silahturahmi ke kantor atau ke rumah kita ajak diskusi kemudian saya bantaah-bantah dulu pernah ada kiyai saya bantah marah ya udah dulu disini? Enggak, dulu begitu dibantah marah, kenapa marah? Saya tanya gitukan Orang dikasih tau, kalau saya dikasih tau nurut-nurut saja ilmunya kiyai gak keluar semua, kalau saya bantahi kan keluar kaya mahasiswa kan membantahi dosennya kan maka ilmun dosennya keluar semua. Paling tiga hari paling tidak dapet lah, kalau kita ikut terus kan habis waktu kita untuk kerja kan gak ada tapi kalau kita sambil jalan sambil kerja, sambil belajar .
Bagaimana bapak melibatkan Bhayangkari?Bhayangkari kita libatkan misalnya dalam kegiatan pembinaan berikutnya jadi pengurus Bhayangkari dikoordinir ketua cabangnya jadi tugas-tugas Bhayangkari mendukung tugas-tugas bapaknya, jadi laki-laki itu dimulai dari rumah dulu,kalau laki-laki itu didalam rumahnya bahagia maka dia didalam tugasnya akan baik. Kalau dirumahnya tidak bahagia maka dia akan kacau didalam tugasnya. Jadi tugasnya membahagiakan suami, suami juga wajib membagiakan isteri karena masing-masing punya kewajiban dan hak. Konsep emansipasi itu harus dipahami dengan benar bukan emasipasi itu langsung maunya haknya sama kesetaraan bukan tetapi menempatkan wanita pada tempatnya, wanita itu jadi isteri tinggal dirumah mengurus rumah tangga, anak-anaknya gitu kan, kebutuhan-kebutuhan suami disiapkan misalnya besok suami mau tugas jadi disiapkan.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar